PEKAN LITERASI HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN HUKUM KELUARGA

PEKAN LITERASI HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN HUKUM KELUARGA: BEDAH BUKU HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA

Cirebon, 27 Juli 2025 – Jurusan Hukum Fakultas Syariah  UINSSC menggelar diskusi akademik secara online atau daring yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia”, Kegiatan ini dibuka oleh departemen penelitian perkembangan Masyarakat (PPM). Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia yang menjadi rujukan utama dalam mata kuliah Hukum Keluarga Islam. Diskusi dipandu oleh moderator Dinda Ozzafania, serta dihadiri puluhan mahasiswa semester 2 & 4 Program Studi Hukum Keluarga.

Acara dimulai dengan pemaparan materi mengenai keempat tema. Pemateri menekankan bahwa meskipun pernikahan beda agama sering terjadi di masyarakat, secara normatif tidak diakui dalam hukum Islam maupun hukum nasional, mengacu pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974.

“Pernikahan beda agama di Indonesia belum memiliki dasar legal yang jelas. Islam menolak pernikahan semacam itu, dan hukum nasional hanya mengesahkan pernikahan yang sesuai dengan agama masing-masing,”. Sementara itu, terkait fenomena nikah siri, pemateri menyebutkan bahwa meskipun sah secara syar’i, namun ketidaktercatatan secara negara menyebabkan banyak perempuan kehilangan hak-haknya secara hukum. Negara hadir bukan untuk menolak nikah, tetapi menjamin perlindungan hukum istri dan anak.

Isu anak luar kawin juga menjadi sorotan, khususnya setelah keluarnya Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 yang membuka ruang hubungan keperdataan anak dengan ayah biologisnya melalui pembuktian ilmiah. Sedangkan terkait poligami, para pemateri dari departemen PPM menjelaskan bahwa Islam memang membolehkan praktik tersebut, namun dengan syarat keadilan dan kemampuan, serta melalui pengawasan hukum oleh negara.

Hasil dari Diskusi menjadi semakin hidup ketika mahasiswa turut menyampaikan pendapat kritis mereka terkait  “Pernikahan beda agama akan berdampak pada pendidikan dan identitas anak. Negara harus lebih tegas.” dan argumen berbeda terkait nikah siri, “Asalkan syarat sah nikah terpenuhi menurut Islam, pencatatan negara seharusnya bukan hal yang memaksa.” antusiasme peserta dengan memberikan ruang refleksi bersama mengenai pentingnya harmonisasi antara nilai-nilai agama dan hukum positif sebagai kerangka hidup berbangsa dan bernegara.

Diskusi akademik yang mengangkat tema “Pernikahan Beda Agama, Nikah Siri, Status Anak Luar Kawin, dan Poligami” telah menghasilkan sejumlah kesimpulan penting yang mencerminkan ketegangan dan harmoni antara hukum Islam dan hukum positif Indonesia.

Berikut poin-poin kesimpulan utama:

  • Pernikahan beda agama tidak diakui secara hukum Islam maupun nasional. Meskipun praktiknya ada, namun tidak memiliki dasar hukum sah di Indonesia tanpa adanya konversi agama.
  • Nikah siri, meski sah menurut syariat, menimbulkan kerentanan hukum karena tidak tercatat di instansi resmi. Hal ini berdampak pada perlindungan istri dan anak secara hukum negara.
  • Anak luar kawin dalam hukum Islam hanya bernasab kepada ibu. Namun, dalam hukum nasional, anak tetap dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
  • Poligami dibolehkan dengan syarat ketat baik dalam Islam maupun hukum negara. Dalam konteks hukum nasional, poligami harus mendapat izin istri dan pengadilan agar tidak disalahgunakan.
  • Negara berperan penting dalam menjamin perlindungan hak-hak perempuan dan anak, serta mencegah penyalahgunaan praktik-praktik perkawinan yang merugikan pihak tertentu.

Diskusi ini menunjukkan bahwa pembelajaran hukum keluarga Islam harus bersifat komprehensif, kontekstual, dan adaptif, serta mampu menjembatani nilai-nilai keagamaan dengan kebutuhan sosial dan perlindungan hukum masyarakat. Mahasiswa hukum diharapkan terus mengembangkan sikap kritis dan solutif dalam merespons dinamika hukum perkawinan yang terus berkembang di Indonesia.

 

 

Scroll to Top